Selasa, 07 April 2015

About Budha

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keberagaman, mulai dari keberagaman suku, bahasa, hingga agama. Kerukunan dan toleransi antar umat beragama merupakan konsekwensi serta kebutuhan hakiki dari kemanusiaan yang universal, yang tidak dapat ditolak dan wajib diusahakan oleh setiap insan beragama. Penghargaan terhadap agama/umat beragama lain, hidup rukun dan damai dengan umat beragama lain, bukan hanya merupakan kebutuhan dan tuntutan atau kewajiban keagamaan, tetapi lebih luas dan dalam dari itu, yaitu karena kemanusiaan.
Oleh sebab itu pengetahuan tentang agama lain sangat dibutuhkan, Sehingga tercipta kedamaian dan kerukunan antar umat beragama, serta dapat mengetahui fenomena yang ada di agama lain. Dalam makalah ini penulis mengambil judul Fenomena Yang Ada Di Agama Budha, dengan maksud untuk berbagi pengetahuan agar pembaca lebih memahami tentang agama ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH AGAMA BUDHA
Sejarah agama Buddha di mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, Budha adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia.[1] Budha terbentuk dari kata kerja “budh” yang artinya bangun, bangun dari dalam kesesatan dan keluar ditengah-tengah cahaya pemandangan yang benar. Budha adalah orang yang mendapat pengetahuan dengan tidak mendapat wahyu dari Tuhan dan bukan dari seorang guru. Sebagaimana disebutkan dalam Mahavagga 1, 67,: “Aku sendiri yang mencapai pengetahuan, akan kukatakan pengikut siapakah aku ini ? aku tak mempunyai guru, aku guru yang tak ada bandingannya”.[2]
Budha bukanlah nama seseorang, melainkan gelar. Nama pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama. Ia dilahirkan dari seorang Raja Sudhodana di Kapilawastu, sebekah utara Benares di daerah Nepal pada tahun 566 SM. Diwaktu beliau dilahirkan, beberapa brahmana pandai meramalkan bahwa anak ini akan meninggalkan kerajaan, dan akan menjadi bikshu. Mendengar ramalan ini, ayahnya bertekad untuk menjadikan anak ini raja. Ia melakukan segala cara, mencoba memikat hati putranya dengan memanjakannya dengan segala kenikmatan hidup. Dengan cara demikian tidaklah imbul keinginan untuk meninggalkan segala kenikmatan itu dan menggantinya dengan hidup yang serba berat dan penuh penderitaan sebagai bikshu. Untuk Sidharta didirikan kerajaan yang indah-indah. Di sekitarnya, hanya ada orang muda, sehat, dan cantik, hingga Sidharta tak mengenal sakit, susah, sengsara, tua, dan kematian.[3]
Ia mendapat pengajaran yang sempurna dalam segala kecakapan dan ilmu yang perlu bagi seorang kesatriya, sehingga dalam segala pertandingan ia selalu menang. Ketika berusia 15 tahun, beliau menikah dengan seorang putri dari negara tetangga yang bernama Yashodara, dan mendapat seorang putera yang bernama Rahula. [4]
Sidharta adalah seorang yang tampaknya telah memiliki seluruh hal yang diinginkan oleh manusia, seperti keluarga Sidharta memiliki garis keturunan yang baik dari kedua orang tuanya, kekayaannya sebagai pewaris tahta orang tuanya, keindahan fisik Sidharta yang berperawakan gagah dan tampan, membangkitkan kepercayaan, serta istrinya yang tak ada bandingannya, anggun bagaikan ratu dari surga, mantab pribadinya, gembira diaat siang dan malam, kedudukannya tinggi, dan kehalusan budi yang luar biasa, yang telah melahirkan seorang putera baginya.[5]
Walaupun memiliki semuanya di usia 20 tahun, ia merasakan keresahan jiwa yang mendorongnya meninggalkan seluruh kekayaan duniawinya itu. Secara kebetulan dan berurut-turut ia melihat peristiwa yang menggoncangkan hidupnya, yaitu seorang tua jompo, orang sakit, mayat yang diangkut, dan seorang pengemis. Meskipun sebelumnya sudah diatur sedemikian rupa oleh raja Sudhodana, agar di tepi jalan jangan ada pemandangan yang dapat menimbulkan pikiran tidak baik oleh Sidharta.[6]
Sidharta sangat tertarik oleh ketenangan dan kebahagiaan yang bersinar dalam mata pengemis iu, oleh sebab itu, diputuskannya untuk meninggalkan untuk meninggalkan kerajaan dengan segala kenikmatannya. Sidharta pergi mengembara kehutan raya untuk mencari kebenaran yang mendatangkan kebahagiaan bagi semua orang. Pada saat pergi, dewa membantunya. Ia pergi pada suatu malam dengan menaiki kuda kanthaka dan diiringi oleh pengawalnya yang bernama Ghanna. Pagi harinya, setelah jauh dari Kapilawastu ia mengganti pakaiannya yang indah dengan pakaian yang sederhana, dan menyuruh pengawalnya pulang membawa kudanya. Sidharta terus mengembara untuk mencari pengetahuan batin yang setinggi-tingginya.[7]
Enam tahun ia mengembara namun belum juga memperoleh apa yang dicarinya. Pernah ia menjumpai dua orang guru yang menyuruhnya untuk menyiksa diri, namun ajaran itu belum juga dapat memberikan kepuasan baginya. Sesudah ia yakin bahwa tidak ada gunanya menyiksa diri, barulah karena keyakinannya sendiri, ia menemukan jalan yang dikehendakinya. Pada waktu ia duduk di bawah pohon bodhi datanglah si dewa jahat menggoda, tapi dapat dikalahkannya. Sesudah peristiwa iu, ia tahu sebab segala penderitaan didunia ini, dan bagaimana cara menghilangkannya.[8]
Tapi lama ia bimbang, apakah ia akan menyebarkan pengetahuannya itu atau tidak? Kemuadian ia menghadap kepada dewa Brahma dengan memohon kepadanya atas nama para dewa dan semua manusia, supaya menyiarkan pengetahuan  ini. Sejak itulah Sidharta menjadi Budha. Tepatnya ketia ia berusia 35 tahun, Ia menyiarkan keyakinannya ke negeri-negeri suci selama 45 tahun. Ia melihat penganutnya semakin bertambah, mulai dari rakyat biasa hingga kalangan kerajaan. Ketika berusia 80 tahun,  ia meninggal atau dalam istilah ke-Budha an ia naik ke Nirwana. Jenazahnya di bakar dengan upacara dengan upacara kebesaran  dan abunya di bagi-bagikan kepada seluruh penganutnya. Lalu disimpan pula dalam stupa yang istimewa.Bagi penganut budha, dinegerinya terdapat 4 tempat suci yaitu tempat Budha lahir di Kapilawastu, pohon Bodhi dimana pikirannya terbuka, Benares tempat ia mulai mengajarkan ajarannya, dan Kucinagara tempat Budha meninggal dunia.[9]

B.     PERKEMBANGAN AGAMA BUDHA DI INDONESIA.
Secara umum perkembangan agama budha di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: zaman Sriwijaya dan Majapahit, masa kolonialisme dan masa sesudah kemerdekaan.
1.      Kerajaan Agama Budha di zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Untuk membuktikan keberadaan agama budha pada zaman Sriwijaya dan Majapahit sangat terbatas, namun hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan bersejarah, serta beberapa catatan sejarah dari para peziarah buddhis yang pernah berkunjung ke Indonesia[10]. Pada tahun 414 Masehi, Fa-Hien, seorang bhikku dari Cina pernah berkunjung ke tanah Jawa dan melaporkan bahwa ajaran budha sudah di terapkan oleh sebagian kecil masyarakat Jawa. Pada abad ke-5 Masehi, pemeluk agama Budha di Jawa masih sangat sedikit. Pada abad ke-6 Masehi, agama budha tidak hanya di praktekkan oleh penduduk Jawa, tapi juga memegang peranan penting dalam pemerintahan. Selanjutnya agama budha berkembang pesat di pulau jawa yang dapat di buktikan dengan banyaknya candi buddhis yang menyebar ke seluruh penjuru pulau Jawa. Pada akhir abad ke-8 Masehi atau awal abad ke-9 Masehi, seorang Bhikku dari Khasmir yang bernama Gunadharma datang ke pulau Jawa dan ikut dalam pendirian candi Borobudur[11]
2.      Agama Budha pada zaman Kolonial.
Setelah hilangnya dua kerajaan besar, Sriwijaya dan Majapahit, ditambah dengan masuknya agama islam dan kekuatan kolonial, agama budha boleh dikatakan sangat lemah keberadaanya di Indonesia. Meskipun hanya tinggal dalam ingatan dan disampaikan secara turun temurun, namun kepercayaan dan alam pikiran yang berhubungan dengan agama budha masih terpelihara oleh sebagian masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Pada masa kolonial agama budha berlembaga pada masyarakat Cina. Seperti dalam majalah “Moestika Dharma” yang terbit pada tahun 1932 diketahui bahwa telah ada organisasi buddhis yang terhimpun dalam “Java Buddhist Association”.
3.      Agama Budha pada Masa Sesudah Kemerdekaan.
Pada masa sesudah kemerdekaan, perkembangan agama budha tidak lepas dari organisasi budhis, yaitu: “Perkumpulan Sam Kaw Hwee di Indonesia”. Tempat tersebut untuk pertama kalinya digunakan untuk memberikan ceramah-ceramah Dhamma dan kegiatan lain yang berhubungan dengan agama Buddha. Pada tahun 1979 dibentuk satu wadah untuk umat Budha seluruh Indonesia dengan nama WALUBI (Perwalian Umat Budha Indonesia). Pada tanggal 14 November 1998, KASI (Konferensi Agung Sangha Indonesia) di bentuk di Jakarta sebagai wadah dari tiga sangha yang ada di Indonesia, yaitu Sangha Mahayana di Indonesia, Sangha Agung Indonesia dan Sangha Theravada Indonesia. Sangha artinya persaudaraan para bhikku (agamawan/rohaniwan buddhis). KASI  mempunyai tanggung jawab dalam tugas yang berhubungan dengan pelestarian dan penyebaran ajaran Buddha khususnya di Indonesia[12].

C.     MORALITAS BUDDHISME.
Secara ringkas moralitas buddhisme dapat ditemukan dalam tiga kalimat yaitu: menghindari perbuatan buruk, menambah perbuatan baik, dan membersihkan batin. Selanjutnya akan dipaparkan penjelasan etis dari muatan lima peraturan moral. Lima peraturan moral buddhis mempunyai rumusan sebagai berikut[13]:
1.      Menghindari pembunuhan makhluk hidup.
Pembunuhan adalah membuat makhluk hidup meninggal sebelum waktunya. Kriteria suatu perbuatan dikatakan sebagai pembunuhan apabila memenuhi lima syarat sebagai berikut:
a.       Adanya makhluk hidup
b.      Mengetahui bahwa makhluk itu masih hidup
c.       Berpikir untuk membunuhnya
d.      Berupaya untuk membunuhnya
e.       Makhluk itu mati melalui upaya tersebut.
Obyek pembunuhan adalah makhluk hidup, makhluk hidup yang berwujud manusia dan binatang. Manusia dan binatang disebut makhluk hidup, sebab yang disebut makhluk hidup adalah sesuatu wujud yang terdiri dari unsur jasmani (materi) dan unsur batin. Binatang merupakan makhluk hidup sebab binatang pun memiliki unsur jasmani dan batin. Untuk menilai berat atau ringannya bobot pembunuhan yang dilakukan seseorang bisa dilakukan dengan melihat obyek pembunuhan itu sendiri. Pembunuhan terhadap manusia jelas mempunyai bobot perilaku lebih buruk daripada membunuh binatang. Tapi pembunuhan manusia sendiri juga mempunyai tingkatan berat ringan bobot perilakunya. Membunuh manusia jahat lebih ringan bobotnya daripada membunuh manusia baik. Membunuh ayah dan ibu kandung serta orang suci mempunyai bobot perilaku yang paling buruk. Sedangkan binatang pun terbagi menjadi beberapa kriteriaberkenaan dengan berat ringannya perilaku pembunuhan. Terdapat binatang yang berguna seperti ( kuda, kerbau, sapi ) dan binatang tidak berguna. Sedangkan binatang tidak berguna pun terbagi menjadi dua macam: binatang tidak berguna yang tidak merugikan seperti ikan, dan binatang tidak berguna yang merugikan (tikus,wereng), membunuh binatang berguna lebih berat bobot kejahatannya dibandingkan dengan membunuh binatang tidak berguna yang merugikan[14].
Berkenaan dengan kehendak atau berpikir untuk membunuh, kehendak ini dapat:
a.       Direncanakan atau disengaja atau dikehendaki
b.      Tidak direncanakan.

2.      Menghindari pencurian
Pencurian adalah mengambil (dengan niat memiliki) barang-barang yang tidak diberikan oleh pemiliknya. Kriteria bisa dikatakan sebagai pencuri apabila memenuhi lima syarat:
a.       Adanya suatu barang milik orang lain
b.      Mengetahui bahwa barang itu ada pemiliknya
c.       Berpikir untuk mencuri
d.      Berupaya untuk mencurinya
e.       Berhasil mencuri barang itu melalui upaya tersebut
Obyek barang milik orang lain dapat berupa benda hidup misalnya binatang, maupun benda mati misalnya meja[15]. Nafsu-nafsu yang bisa menyebabkan munculnya kehendak untuk mencuri. Upaya mencuri bisa terbentuk lewat tiga macam upaya pencurian yaitu:
a.       Pencurian langsung
b.      Pencurian tidak langsung
c.       Perbuatan yang serupa dengan pencurian[16]
Perbuatan mengambil barang orang lain tanpa meminta izin dari pemiliknya ataupun diantara sesama teman bisa dikategorikan sebagai pencuri.
3.      Menghindari perbuatan asusila
Perbuatan asusila bermakna berbuat salah dalam hubungan seksual atau seringkali disebut perzinaan. Kriteria dikatakan sebagai perbuatan asusila apabila memenuhi empat syarat yaitu:
a.       Adanya orang yang tidak patut di gauli
b.      Mempunyai pikiran untuk menyetubuhi orang tersebut
c.       Berupaya menyetubuhi
d.      Berhasil menyetubuhinya.
Dari sudut pria, terdapat tiga macam wanita yang merupakan obyek-obyek yang tidak patut digauli, yaitu:
a.       Wanita yang telah menikah, kecuali digauli suaminya sendiri.
b.      Wanita yang masih dibawah pengawasan orang tua
c.       Wanita yang menurut adat istiadat di larang[17].
Berkenaan dengan obyek yang tidak patut digauli, perilaku seksual terhadap sesama jenis kelamin (homo seks atau lesbian) tidak termasuk dalam obyek yang disebutkan pada kriteria ini, binatang pun tidak termasuk dalam kategori tersebut.
Kehendak atau berpikir untuk menyetubuhi orang yang tidak patut digauli itu pada umumnya berakar pada nafsu keserakahan dan kebodohan. Nafsu birahi sendiri merupakan salah satu dari nafsu keserakahan, sebab nafsu birahi bercorak keinginan untuk memiliki suatu kenikmatan seksual[18].
4.      Menghindari ucapan tidak benar
Ucapan tidak benar bermakna mengucapkan sesuatu yang bukan merupakan kebenaran. Kriteria suatu ucapan tidak benar apabila memenuhi empat syarat sebagai berikut:
a.       Adanya hal yang tidak benar
b.      Mempunyai pikiran untuk berdusta
c.       Berupaya berdusta
d.      Orang lain mempercayainya
Obyek berkata tidak benar adalah hal yang tidak benar. Keterangan palsu, yang dimaksud adalah keterangan palsu yang dapat menimbulkan kerugian orang lain. Misalnya menjadi saksi hukum yang palsu. Akan lain hal nya apabila seorang dokter berkata tidak benar terhadap pasiennya yang menderita penyakit berat, hal ini akan menjadi tidak melanggar peraturan moral apabila dilakukan dengan tujuan supaya tidak menimbulkan kecemasan yang dapat memper parah kesehatannya.
Upaya berbicara tidak benar dapat terjadi dari tiga macam:
a.       Kebohongan
b.      Penghasutan
c.       Melanggar janji[19]
5.      Menghindari perbuatan yang menyebabkan mabuk atau ketagihan
Pemabuk bermakna meminum atau menggunakan sesuatu yang bisa memabukkan atau membuat tak sadar diri. Kriteria perbuatan ini adalah:
a.       Adanaya sesuatu yang dapat menyebabkan ketagihan
b.      Mempunyai keinginan untuk meminumnya atau menggunakannya
c.       Meminum atau menggunakannya
d.      Timbul gejala mabuk
Obyek yang menyebabkan ketagihan adalah:
a.       Semua jenis minuman yang memabukkan
b.      Barang cair, padat maupun gas yang bila digunakan atau di masukkan dalam tubuh bisa membuat lemahnya kesadaran dan menimbulkan ketagihan.[20]

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sejarah agama Buddha di mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Budha terbentuk dari kata kerja “budh” yang artinya bangun, bangun dari dalam kesesatan dan keluar ditengah-tengah cahaya pemandangan yang benar. Agama Budha lahir dari seorang manusia keturunan kerajaan, namun telah mendapat pencerahan.
Dalam perkembangannya, agama Budha juga memasuki wilayah indonesia. Secara umum perkembangan agama budha di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: zaman Sriwijaya dan Majapahit, masa kolonialisme dan masa sesudah kemerdekaan. Secara ringkas moralitas buddhisme dapat ditemukan dalam tiga kalimat yaitu: menghindari perbuatan buruk, menambah perbuatan baik, dan membersihkan batin.
Dalam agama Budha tidak ada ajaran tentang Tuhan, kewajiban manusia terhadap tuhan, dan sebagainya. Seperti yang terdapat dalam agama-agama lain. Dewa dalam agama Budha bersifat seperti makhluk yang takluk terhadap hukum alam “rusak” dan “berubah” seperti manusia. Budha Gautama sendiri bukanlah Tuhan atau penjelmaan Tuhan didunia ini, melainkan seorang manusia biasa. Dalam tradisi tathagatagarbha, Buddha diidentifikasi dengan Dharmakaya, Realitas Tertinggi, yang memiliki sifat-sifat dewa-seperti keabadian, sifat gaib dan kekekalan. Buddha diambil sebagai Tuhan, sebagai Realitas Tertinggi itu sendiri yang turun ke bumi dalam bentuk manusia untuk kebaikan umat manusia Konsep Buddha, tidak pernah sebagai pencipta tetapi sebagai Cinta Ilahi bahwa atas dasar kasih (karuna) diwujudkan dirinya dalam bentuk manusia untuk mengangkat penderitaan kemanusiaan.
Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebu

B.     SARAN
Sebagai manusia yang lahir dan tumbuh dinegara yang penuh dengan keberagaman, kita sudah seharusnya menyadari akan kewajiban kita untuk mengfungsionalkan ajaran tentang toleransi, kerukunan, saling menghargai, dsb. Agar tercipta kehidupan yang harmoni dan damai. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemahaman dan pengetahuan tentang bermacam-macam aspek yang berkembang di negara kita, salah satunya tentang agama yang juga beragam, karena dengan mengetahui dan memahami yang lain, merupakan dasar terciptanya kerukunan dalam keberagaman.


2Rifa’i,Drs.moh.Perbandingan Agama.(Semarang:WICAKSANA,1965),hlm.92
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Smith,Huston.Agama-agama manusia.(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia),hlm.107
[6] Rifa’i,Drs.moh.Perbandingan Agama.(Semarang:WICAKSANA,1965),hlm.93
[7] ibid
[8] Ibid
[9] Rifa’i,Drs.moh.Perbandingan Agama.(Semarang:WICAKSANA,1965),hlm.94
[10] Wiwin Siti Aminah, Sejarah Teologi Dan Etika Agama-agama, Yogyakarta:DIAN/INTERFIDEI, 2005, hlm.24
[11] Ibid.hlm.25
[12] Ibid.hlm.26
[13] Ibid.hlm.288
[14] Ibid.hlm.292
[15] Ibid.hlm.294
[16] Ibid.hlm.295
[17] Ibid.hlm.296
[18] Ibid.hlm.297
[19] Ibid.hlm.299
[20] Ibid.hlm.300